
Penalombok | Lombok Barat– Universitas Gunung Rinjani (UGR) bekerja sama dengan Universiti Brunei Darussalam (UBD) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Bahasa dan Solidaritas Sosial Masyarakat Melayu di Kampung Melayu Ampenan.” Kegiatan ini berlangsung di Hotel Aruna Senggigi dan dihadiri oleh para akademisi, tokoh masyarakat, serta perwakilan warga dari Lingkungan Melayu Bangsal, Melayu Tengah, dan Melayu Timur.
Wakil Rektor I UGR, Dr. Muh. Saleh, S.Ip., MH, dalam sambutannya menyampaikan bahwa forum seperti ini merupakan bentuk ikhtiar untuk menggali dan memperkuat kapasitas budaya yang telah lama menjadi identitas lokal. “Saat ini kita menghadapi tantangan besar, terutama dampak media sosial terhadap generasi muda, khususnya dalam hal sastra dan regenerasinya. Bahasa adalah identitas suatu daerah, dan menjaga bahasa berarti menjaga jati diri,” tegasnya.
Selanjutnya Ia juga mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti dari UBD atas kerjasama dan kolaborasi akademik yang telah terjalin.
Senada dengan itu, Dr. Badriyah Yusof Program Leader Bahasa Melayu dan Linguistik, Faculty of Arts and Social Sciences
Universiti Brunei Darussalam mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan atas sambutan hangat yang diberikan UGR dan masyarakat Lombok pada umumnya. “Kami sangat tersentuh bukan hanya oleh kerjasama akademik, tetapi juga oleh semangat kekeluargaan yang tercipta. Semoga apa yang kita lakukan hari ini menjadi bagian dari semangat solidaritas sosial Nusantara,” ujarnya.
FGD ini merupakan bagian dari penelitian yang dipimpin oleh Dr. Lalu Nurul Yaqin, yang bertujuan mengeksplorasi dinamika bahasa dalam rekonstruksi identitas dan solidaritas sosial masyarakat Melayu di Kampung Melayu Ampenan. Fokus kajiannya mencakup pemilihan bahasa, bentuk linguistik, dan strategi komunikasi dalam membangun dan menegosiasikan identitas antar-etnis di komunitas tersebut.
“Melalui FGD ini, kami berupaya menggali secara mendalam bagaimana masyarakat menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkuat solidaritas sosial dan identitas budaya mereka,” jelas Lalu Nurul Yaqin.
Ia menambahkan bahwa metode diskusi kelompok terfokus dipilih karena mampu menggambarkan pengalaman langsung dan norma-norma sosial yang tidak selalu terlihat melalui pendekatan survei konvensional.
Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 25 peserta dari kampung Melayu Ampenan Lombok, dan diharapkan mampu memberikan kontribusi penting dalam pengembangan studi sosiolinguistik serta rekomendasi kebijakan bahasa yang inklusif di masa depan.***