
Penalombok, Lombok Timur – Pernyataan Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, yang secara terbuka menawarkan kemudahan perizinan bagi penambang Galian C, termasuk yang belum memiliki izin resmi, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa.
Dalam keterangannya, Bupati menyampaikan bahwa pemerintah siap memberikan fasilitas perizinan kolektif bagi para penambang. Pernyataan tersebut dinilai bermasalah karena berpotensi melegitimasi aktivitas tambang ilegal, sekaligus mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan.
“Keputusan ini sangat berisiko dan menimbulkan banyak pertanyaan,” ujar M. Eri Setiawan, Presiden Mahasiswa Universitas Gunung Rinjani (UGR). “Di saat banyak daerah berupaya menjaga kelestarian alam demi masa depan generasi mendatang, Lombok Timur justru membuka pintu bagi eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali.” ujarnya
Menurut Eri, kebijakan tersebut mencerminkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam mengatur sektor pertambangan yang kian menjamur. Alih-alih memperkuat pengawasan, pemerintah justru terlihat memberi ruang bagi aktivitas tambang yang berpotensi merusak lingkungan hidup.
Ia menambahkan, janji kemudahan perizinan justru bisa menjadi celah baru bagi praktik tambang liar. “Di balik narasi kenyamanan berusaha, tersembunyi risiko besar: pencemaran sawah dan sungai, serta rusaknya ekosistem. Akhirnya, masyarakatlah yang akan menanggung dampaknya,” tegasnya.
Meski sektor pertambangan dinilai memiliki potensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), mahasiswa menilai bahwa keuntungan jangka pendek tidak sebanding dengan kerugian ekologis dan sosial yang ditimbulkan. “Kita tidak bisa menukar sumber daya alam yang harusnya dijaga demi kesejahteraan anak cucu dengan keuntungan sesaat,” katanya.

Menanggapi rencana pemerintah yang akan menyediakan penampungan untuk endapan tambang, Eri menilai hal itu hanya solusi sementara yang tidak menyentuh akar permasalahan. “Masalahnya bukan hanya pada endapan, tapi pada model pengelolaan tambang yang harus berkelanjutan, ramah lingkungan, dan adil bagi masyarakat.”
Mahasiswa mendesak Pemkab Lombok Timur untuk meninjau kembali kebijakan tersebut dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. “Pemkab harus berani berkata tidak pada tekanan ekonomi jangka pendek dan berpihak pada masa depan rakyat serta lingkungan Lombok Timur.” tegasnya
Ia juga mengingatkan bahwa jika pemerintah terus abai terhadap aspek keberlanjutan, maka bukan hanya lingkungan yang akan rusak, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan daerah.***