
Penalombok | NTB – Sorotan tajam kembali mengarah ke dunia pendidikan vokasi di NTB, setelah mencuatnya dugaan penyiasatan dana anggaran oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bidang SMK. Berdasarkan keterangan Ahmad Rifa’i, selaku PPK bidang SMK, terdapat dana sekitar Rp1 miliar lebih yang menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) karena tidak digunakan untuk pembayaran pajak.
“Dana itu tidak terpakai untuk pajak dan akan menjadi silpa. Penggunaannya nanti menunggu keputusan Kepala Dinas dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),” ujar Ahmad Rifa’i saat dikonfirmasi.
Namun, pernyataan tersebut mendapat tanggapan kritis dari Dr. Karomi, tokoh muda pemerhati pendidikan NTB. Ia menduga, dana tersebut berasal dari pengurangan upah para buruh bangunan yang dibungkus dengan istilah “pajak”. Padahal, dalam Rencana Penggunaan Dana (RPD), satuan kerja yang digunakan adalah OH (Ongkos Harian).
“PPK kemungkinan tidak memahami aturan terbaru terkait batas upah harian yang tidak kena pajak. Seharusnya penghitungan menggunakan PPh 21 untuk pekerja harian lepas. Saat ditanya mengenai Standar Satuan Harga (SSH) yang digunakan, PPK mengaku tidak tahu persis,” ungkap Karomi.
Ketidaksamaan persepsi juga muncul dari internal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB. Dalam wawancara via WhatsApp, Kepala Dinas menyatakan akan mengkonsultasikan persoalan ini dengan pihak Kantor Pajak dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), karena berbeda pandangan dengan pernyataan PPK-nya.
Sementara itu, Hendrawan, seorang pengacara muda, menilai bahwa hal ini bukan sekadar sisa anggaran, melainkan bentuk rekayasa penganggaran. “Ini murni permainan anggaran. Dana itu berasal dari pemotongan upah tukang, tetapi dibungkus dalam bahasa pajak dalam RPD. Sekarang tiba-tiba dikatakan jadi silpa. Ini patut dicurigai,” tegasnya.
Hendra pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas siapa saja aktor di balik “seni” permainan anggaran ini.***