
Penalombok | Sumbawa Barat – Forum Komunikasi Pemuda Pasak Mantar (FKPPM), menemukan fakta bahwa perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) PT Bukit Samudra Sumbawa, hanya kantongi izin Nomor Induk Berusaha (NIB).
Berdasarkan informasi yang kami peroleh, kata Ketua FKPPM, Supardi, PT Bukit Samudera Sumbawa milik Julien Nicolas Cormos yang berlokasi di Desa Kertasari-Tuananga, Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat, hanya memilikk memiliki NIB. Sementara izin-izin penting lainnya yang wajib dipenuhi sebelum melakukan kegiatan usaha masih belum ada.
“Temuan ini, memperkuat dugaan bahwa operasional perusahaan berjalan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Supardi, S.P kepada media ini, Kamis 18 September 2025
Dikatakannya, izin-izin pokok yang menjadi prasyarat utama untuk operasional usaha, masih belum terpenuhi, seperti KKPR, PBG/SLF, Dokumen Lingkungan (UKL/UPL), SIPA, SKPL-A, KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) yang sesuai untuk Hotel, Bar, maupun Restoran juga belum tercantum secara resmi.
Meskipun izin-izin tersebut belum dimiliki, jelas dia, perusahaan ini telah beroperasi lebih dari satu tahun. “Ini pelanggaran serius terhadap ketentuan perundang-undangan, sebab setiap kegiatan usaha wajib memiliki kelengkapan izin terlebih dahulu,” tegasnya
Atas kondisi tersebut, perusahaan ini patut dikenakan sanksi administratif sesuai regulasi, dengan ancaman pencabutan izin usaha (NIB) serta rekomendasi deportasi sesuai Pasal 75 jo. Pasal 78 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, apabila terbukti melakukan kegiatan usaha tanpa izin lengkap sehingga merugikan kepentingan nasional maupun daerah.
“Kami menilai bahwa aktivitas usaha yang dijalankan tanpa izin lengkap bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga kondisi ini menimbulkan kritik serius karena aktivitas usaha yang dilakukan tanpa kelengkapan izin berpotensi menimbulkan sejumlah dampak negatif lainnya,” ujarnya
Dampak Negatif Aktivitas Perusahaan tak Kantongi Izin
1. Dampak lingkungan, akibat tidak adanya dokumen UKL/UPL sebagai instrumen pengendalian dampak kegiatan.
2. Dampak tata ruang, karena belum adanya KKPR maupun PBG/SLF yang memastikan kesesuaian bangunan dengan aturan.
3. Dampak sosial, berupa keresahan masyarakat sekitar yang melihat adanya aktivitas usaha asing tanpa kepastian legalitas penuh.
4. Dugaan tidak taat pajak dan retribusi daerah, mengingat perusahaan beroperasi tanpa izin lengkap, sehingga kontribusi terhadap PAD Kabupaten Sumbawa Barat patut dipertanyakan.
Selain persoalan legalitas usaha, lanjut dia, ada pula peristiwa dugaan pemukulan yang melibatkan sekelompok orang pada beberapa hari yang lalu. Insiden ini diduga dipicu oleh sikap provokatif JC selaku pemilik villa, yang memancing reaksi negatif dari masyarakat yang berkunjung. Kejadian tersebut jelas menambah daftar persoalan serius yang perlu segera disoroti oleh instansi berwenang.
FKPPM memandang bahwa keberadaan WNA yang seharusnya memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar, justru menimbulkan keresahan sosial akibat dugaan sikap tidak bijak dalam berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini berpotensi merusak harmonisasi sosial dan menciptakan ketegangan yang seharusnya dapat dihindari.
Atas dasar itu, FKPPM mendesak agar instansi terkait melakukan langkah tegas melalui investigasi menyeluruh, baik terhadap aspek hukum, kepatuhan administrasi, maupun dampak sosial. Apabila terbukti adanya pelanggaran, maka perlu dipertimbangkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk evaluasi atas keberlanjutan izin usaha PT PMA Bukit Samudra Sumbawa dan keberadaan JC sebagai WNA di wilayah sumbawa barat.***